MARKET DATA

Apa Jadinya Kalau Trader Bisa Lihat Masa Depan?

Tim Redaksi,  CNBC Indonesia
27 November 2025 07:30
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021).  Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Indeks Harga Saham Gabungan berhasil mempertahankan reli dan ditutup terapresiasi 2,06% di level 6.417 pada perdagangan Rabu (06/10/2021). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia — Upaya menebak arah pasar bukan perkara mudah. Sebuah studi terbaru dari Elm Wealth menunjukkan bahwa bahkan investor berpengetahuan tinggi sekalipun tetap kesulitan mengambil keputusan yang tepat, meski sudah diberi bocoran informasi lebih cepat.

Mengutip CNBC.com, Kamis (26/11/2025), dalam penelitian tersebut, 118 peserta dengan 90% di antaranya mahasiswa program MBA dan keuangan diberi modal US$ 50 untuk melakukan transaksi indeks S&P 500 dan obligasi pemerintah AS tenor 30 tahun.

Mereka diizinkan mengambil keputusan berdasarkan berita utama The Wall Street Journal yang diberikan 36 jam lebih awal, dengan angka dan harga aset sudah disamarkan.

Eksperimen ini menggunakan kumpulan headline lama dari 15 hari perdagangan antara 2008 hingga 2022. Para peserta dapat bertransaksi seolah mengetahui masa depan sebelum berita rilis ke publik.

Hasilnya jauh dari ekspektasi. Sekitar setengah peserta justru merugi, bahkan 1 dari 6 bangkrut, sementara keuntungan rata-rata hanya 3,2%. Temuan ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan akses informasi tidak serta-merta menjamin keputusan investasi yang tepat.

Ketua Strategi Investasi CFRA Sam Stovall mengatakan bahwa investor terlalu sering terpaku pada informasi jangka pendek yang tidak selalu relevan dalam horizon panjang. "Dalam jangka panjang, yang seharusnya dilakukan investor adalah membeli, menahan, dan tidak terlalu sering bereaksi," ujarnya.

Analis menilai, sekalipun investor mengetahui arah data ekonomi atau kebijakan tertentu, reaksi pasar tetap sulit diprediksi. Setiap orang dapat menafsirkan data yang sama dengan kesimpulan berbeda. Selain itu, kemampuan menentukan ukuran posisi (position sizing) seringkali menjadi faktor kegagalan.

Presiden Bone Fide Wealth, Doug Boneparth, menambahkan bahwa mengelola investasi bukan hanya soal membaca data, melainkan disiplin dan konsistensi. "Bahkan dengan informasi lebih awal, sangat sulit untuk terus-menerus membuat keputusan yang benar," katanya.

Bagi investor ritel, para ahli sepakat bahwa strategi terbaik adalah tetap fokus pada jangka panjang melalui investasi pasif dan portofolio yang terdiversifikasi. Aktivitas trading jangka pendek sebaiknya ditempatkan pada porsi kecil yang tidak mengganggu tujuan finansial utama.

(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Trader, Ketahui 3 Hal Penting Ini Sebelum Memulai Trading


Most Popular