Harga Minyak Menguat Tipis, Pasar Menanti Deal Ukraina- Russia
Jakarta, CNBC Indonesia — Harga minyak dunia bergerak menguat tipis pada perdagangan Kamis pagi (20/11/2025), Melansir Refinitiv pukul 09.25 WIB Brent (LCOc1) naik ke US$63,72 per barel dari US$63,51 pada 19 November 2025 begitu pula dengan WTI (CLc1) naik ke US$59,81 per barel dari US$59,44 di hari sebelumnya.
Penguatan harga terjadi di tengah volatilitas sentimen geopolitik yang masih tinggi, terutama perkembangan terbaru terkait perang Ukraina-Rusia yang memasuki tahun ketiga lebih. Pasar minyak kini berada di persimpangan antara ekspektasi perdamaian dan kekhawatiran potensi kelebihan pasokan.
AS dilaporkan telah memberi sinyal kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy untuk menerima kerangka kerja perdamaian yang dirancang Washington termasuk menyerahkan sebagian wilayah dan beberapa senjata strategis. Zelenskiy mengatakan penyelesaian perang membutuhkan kepemimpinan AS yang tetap efektif, sementara Presiden Turki Tayyip Erdogan disebut menawarkan format alternatif perundingan.
Potensi berakhirnya perang dipandang pasar sebagai pembuka pintu bagi aliran minyak Rusia yang lebih tinggi ke pasar global. Para analis menilai kembalinya minyak Rusia ke pasar bebas secara penuh dapat mengubah keseimbangan pasokan.
Kepada Reuters, Scott Shelton- spesialis energi di TP ICAP Group menyampaikan bahwa pasar harus mewaspadai risiko harga minyak turun ke kisaran US$50-an jika seluruh volume minyak Rusia yang selama ini dikenai sanksi kembali masuk ke pasar.
Bulan lalu, AS menjatuhkan sanksi baru kepada Rosneft dan Lukoil, dengan tenggat 21 November bagi perusahaan global untuk menghentikan bisnis dengan raksasa migas Rusia tersebut. Langkah itu telah mengurangi pendapatan minyak Moskow dan diperkirakan akan membatasi volume ekspor dalam jangka panjang, menurut pernyataan Departemen Keuangan AS.
Namun pejabat Rusia memberi sinyal perlawanan. Wakil Perdana Menteri Alexander Novak membantah bahwa sanksi memukul produksi, bahkan mengklaim bahwa Rusia akan mencapai kuota produksi OPEC+ pada akhir 2025 atau awal 2026.
Di tengah ketidakpastian geopolitik, pasar juga memproses data terbaru dari Energy Information Administration (EIA) yang mencatat penarikan stok minyak mentah AS lebih besar dari perkiraan pada pekan lalu. Stok turun akibat peningkatan aktivitas kilang dan lonjakan ekspor, yang sempat memberikan dorongan positif bagi harga.
Namun analis energi Rystad, Janiv Shah, menilai pasar kini memasuki fase "tekanan maksimum" jelang tenggat sanksi 21 November, dan penurunan premi risiko geopolitik membuat investor kembali fokus pada fundamental pasar yang lemah.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
(emb/emb)[Gambas:Video CNBC]