OJK & LPS Susun Skema Awal Penjaminan Polis Asuransi
Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tengah menyusun desain awal skema penjaminan polis asuransi yang disesuaikan dengan karakteristik industri perasuransian Indonesia. Hal ini sehubungan dengan persiapan Program Penjaminan Polis (PPP) yang akan dijalankan LPS.
Ketua Dewan Komisioner (DK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menyampaikan bahwa skema tersebut nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP). Adapun, PPP ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2028.
Sebagai inisiatif dan pondasi langkah awal, Mahendra mengatakan OJK telah meluncurkan database polis nasional pada Juni lalu. Tujuannya, untuk memastikan penjaminan polis asuransi berbasis data yang akurat.
"Implementasi penuh skema ini akan memperkuat mekanisme resolusi perusahaan asuransi, memberikan kepastian pembayaran klaim pasca likuidasi, dan menjadi pilar utama dalam pemulihan serta penguatan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi," terang Mahendra dalam rapat kerja Komisi IV DPD RI bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) dan OJK, Senin (17/11/2025).
Program tersebut merupakan hal penting yang merupakan mandat penting dalam memperkuat perlindungan konsumen dan kepercayaan publik. Mahendra menjelaskan, secara historis, program ini diamanatkan dalam UU nomor 40 2014 tentang perasuransian yang seharusnya berlaku tahun 2017, namun belum dapat diimplementasikan sampai sekarang karena belum tersedia landasan operasional dan lembaga.
"Namun, melalui Undang-Undang nomor 4 tahun 2023 tentang P2SK, maka mandat tersebut kembali ditegaskan pelaksanaannya dilakukan dalam 5 tahun sejak Undang-Undang P2SK yaitu tahun 2028," terang Mahendra.
Sebagai informasi, PPP merupakan amanat dari Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UU P2SK) No.4/2023. Dalam penyelenggaraan PPP, setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis. Selain itu, perusahaan asuransi yang akan mengikuti program tersebut harus dinyatakan memenuhi tingkat kesehatan tertentu.
Salah satu indikator untuk kepesertaan program tersebut adalah tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Maka, risk based capital (RBC) menjadi salah satu kriterianya. Tetapi, hal itu masih dalam pembahasan.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Asuransi Akan Wajib Ikut Penjaminan Polis LPS, Beda dengan Reasuransi?