Investor Borong Surat Utang RI, Purbaya: Yield Terendah dalam Sejarah

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
21 October 2025 08:50
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pemerintah telah mendapat solusi dalam rencana kebijakan penghapusan kredit macet di bawah Rp 1 juta bagi para calon pembeli rumah KPR.
Foto: Ritzy Dika

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, investor asing dan domestik kini makin percaya dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

Dia mengklaim minat investor ini dipicu oleh imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar, bergerak ke level terendahnya dalam sejarah. Rekor yield ini mencapai 5,9%.

"Ini sepanjang sejarah sekarang 5,9% untuk 10 tahun sejarah pemerintah, ya. Itu nunjukin orang percaya dengan fondasi ekonomi kita ke depan. Kalau enggak, enggak bisa turun seperti itu," kata Purbaya di Istana Negara, Jakarta, dikutip Selasa (21/10/2025).

Meski begitu, penting dicatat pasar surat utang pemerintah global tengah mengalami reli dalam beberapa waktu terakhir, termasuk di pasar obligasi Tanah Air.

Fenomena ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Australia, dan Kanada.

Melansir data Refinitiv, yield US Treasury 10 tahun (US10Y) pada perdagangan Kamis (14/10/2025) tercatat turun 0,72% ke level 4,022% atau melemah 2,9 basis poin (bps) dalam sehari.

Penguatan harga obligasi juga terjadi di Inggris, di mana yield obligasi pemerintah (GB10Y) merosot 1,48% ke level 4,593%, atau turun 6,9 bps dibandingkan hari sebelumnya.

Kondisi serupa terjadi di beberapa negara maju lainnya. Imbal hasil obligasi Prancis (FR10Y) turun dari 3,478% menjadi 3,407%, atau melemah sekitar 7,1 bps.

Sementara yield obligasi Australia (AU10Y) anjlok dari 4,371% menjadi 4,258%, atau turun 11,3 bps, menjadi salah satu penurunan terdalam di antara yang lainnya. Adapun yield obligasi Kanada (CA10Y) juga bergerak lebih rendah, dari 3,169% ke 3,155%, atau turun 1,4 bps.

Reli di pasar obligasi global didorong oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah ketegangan dagang antara AS dan China yang kembali memanas. Hal ini membuat pelaku pasar berbondong-bondong mencari perlindungan di aset aman seperti obligasi pemerintah.

Lonjakan permintaan tersebut mendorong harga obligasi naik dan menekan yield ke level yang lebih rendah.

"Penurunan yield di pasar negara maju sangat luas dan menjadi cerminan flight to safety akibat meningkatnya volatilitas di aset berisiko," ujar Marc Ostwald, Kepala Ekonom dan Global Strategist di ADM Investor Services London, dikutip dari CNBC International.

Di dalam negeri, data juga menunjukkan lonjakan permintaan pada lelang Surat Berharga Negara (SBN), Selasa (7/10/2025) di mana pemerintah berhasil menjual Rp28 triliun obligasi, melampaui target Rp23 triliun.

Rasio bid-to-target tercatat menjadi yang tertinggi dalam dua bulan terakhir yang menunjukkan antusiasme investor lokal terhadap instrumen berbasis rupiah di tengah pelemahan dolar.

Kuatnya minat domestik ini juga membantu menyeimbangkan keluarnya dana asing dari pasar obligasi, di tengah kekhawatiran investor global terhadap dinamika fiskal dan politik di negara berkembang menjelang tahun pemilu.


(ras/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Bantah Bank di RI Kekeringan Likuiditas, Beri Bukti Ini!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular