Rupiah Tembus 16.800/US$, Warga RI Serbu Money Changer

Mentari Puspadini, CNBC Indonesia
25 September 2025 16:23
Money Changer di daerah Sudirman, Jakarta, Kamis, (25/9/2025). (CNBC Indonesia/Mentari Puspadini)
Foto: Money Changer di daerah Sudirman, Jakarta, Kamis, (25/9/2025). (CNBC Indonesia/Mentari Puspadini)

Jakarta, CNBC Indonesia — Beberapa tempat penukaran uang atau money changer diserbu warga pada Kamis, (25/9/2025). Pelemahan rupiah membuat orang menjual dolar dengan harga tinggi.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (25/9/2025). Merujuk data Refinitiv, per pukul 12.07 WIB, rupiah berada di level Rp16.735/US$ atau melemah 0,39%.

Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, beberapa pusat penukaran mata uang asing di Jakarta telah menetapkan harga jual kurs dolar AS ke Rupiah mulai dari Rp16.835 hingga Rp16.875. Bahkan ada bank asing yang sudah menjual dolar dengan harga Rp 17.025. 

RN salah satu petugas money changer di Oriental Pacific, Jakarta Selatan mengatakan, saat ini pihaknya menjual dolar AS di level Rp16.875, dan mematok harga beli sebesar Rp16.655. Dengan nilai tersebut, ia mengaku kedatangan banyak transaksi pada hari ini.

"Hari ini banyak yang jual, tapi dikit yang beli. Karena dolar lagi naik," ungkap RN saat ditemui CNBC Indonesia, di Jakarta.

Salah satu pengunjung di money changer tersebut, AN (32) mengatakan, dirinya menjual dolar karena harganya tengah naik. Meski demikian, Ia membandingkan rate penukaran antara bank dan money changer tersebut.

"Kebetulan aku habis tukar ke bank juga, lebih menarik ke bank. Soalnya aku dapet special rate, jadi harganya bagus juga. Tapi sebenernya di money changer ini menarik juga," ungkap AN.

Di sisi lain, pusat penukaran uang di bilangan Sudirman lainnya, Naga Money Changer, mematok harga jual dolar AS sebesar Rp16.835. Sementara itu, harga belinya dibanderol dengan harga Rp16.645.

Sebelumnya, Ekonom UOB Kayhian, Surya Wijaksana mengatakan, pelemahan rupiah tidak lepas dari derasnya arus keluar modal asing serta kondisi pasar keuangan domestik yang kurang kondusif.

"Kalau kita lihat, capital outflow terus terjadi. CDS naik dari 70 ke 81. Memang DXY masih di kisaran 97-98, tetapi faktor internal cukup besar. Saat ini porsi bond holding lebih banyak di bank domestik. Iklim investasi tampaknya juga belum kondusif karena banyak perubahan kebijakan, ditambah spread suku bunga dengan AS yang makin kecil. Mungkin juga ada outflow dari investor lokal," jelas Surya.

Selain itu, menurut Rully Wisnubroto, Ekonom Senior Mirae Asset Sekuritas Indonesia, tekanan pada rupiah muncul dari faktor kebijakan fiskal.

"Saat ini memang sentimen dipengaruhi oleh kekhawatiran akan kebijakan fiskal yang ditempuh Menkeu baru yang terlalu agresif dan kurang memperhatikan kehati-hatian, terlihat dari CDS 5Y Indonesia yang terus naik," katanya.

Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, menambahkan bahwa peningkatan tajam pada Credit Default Swap (CDS) Indonesia menjadi salah satu indikator utama melemahnya persepsi risiko investor terhadap Indonesia.


(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Rate Turun, Rupiah Makin Semangat Hantam Dolar AS

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular