Purbaya Effect Nyata, Saham Rokok Kompak Terbang Tinggi

fsd, CNBC Indonesia
23 September 2025 12:00
Noah penjual tembakau linting Kamarasa saat melayani pembeli di kawasan Pondok Cabe Pamulang, Selasa, 4 Januari 2022. Penjualan rokok linting kini semakin diminati masyarakat, tidak hanya kalangan tua, tetapi juga oleh anak muda. Geliat rokok linting atau linting dewe (tingwe) yang dianggap "jadul", sekarang dapat bersaing dengan eksistensi rokok elektrik (vape). Sangga pemilik usaha tembakau menjual tembakau ini dimulai sejak 2020 di kawasan pondok cabe. "Usaha ini saya mulai sejak satu tahun lebih sebelum harga rokok naik," katanya. "Sekarang udah dari banyak kalangan yang beli dari anak muda sampai bapak-bapak, tambahnya". Iya mengaku sejak wacana rokok naik banyak orang yang pindah ke rokok linting karena harga jauh lebih murah. "Pandemi ini membuat banyak orang meningkatkan stok tembakau, sehingga penjualan pun meningkat apalagi tahun ini rokok mau naikkan." 
Penjual tembakau linting tersebut mengatakan ada dua kriteria langganan yang sering belanja di tokonya. "Kalau tembakau itu ada dua kriteria pembeli, antara yang ingin hemat atau yang nyari rasa," ucapnya. 
Untuk harga tembakau di sini dijual Rp5.000 untuk harga normal dan adapun harga yang paling mahal mencapai Rp 25.000 untuk rasa Marlboro.  (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Rokok Tembakau (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia Saham emiten rokok kembali melesat pada perdagangan pagi ini, Selasa (23/9/2025). Empat emiten rokok yang melantai di bursa hari ini kompak membukukan kenaikan harga saham yang signifikan.

Per pukul 11.35 WIB saham Indonesia Tobacco (ITIC) tercatat naik paling kencang hingga menyentuh batas auto rejection atas (ARA) atau naik 24,87% ke harga Rp 482 per saham. Kemudian saham produsen rokok raksasa RI Gudang Garam (GGRM) yang naik 18,36% ke Rp 5.475 per saham. Saham GGRM tercatat sempat menyentuh level ARA pada perdagangan intraday hari ini.

Lalu ada saham Wismilak Inti Makmur (WIIM) yang hari ini melesat 18,03% ke Rp 1.440 per saham.

Sementara itu saham emiten rokok terbesar RI juga naik tajam. Saham HM Sampoerna (HMSP) hari ini terbang naik 11,25% ke Rp 890 per saham, dengan kapitalisasi pasar kembali menembus Rp 100 triliun untuk pertama kali dalam lebih dari satu tahun.

Kenaikan saham rokok terjadi seiring pergantian Menteri Keuangan dari semula Sri Mulyani Indrawati yang terkenal agresif menaikkan cukai rokok secara konsisten menjadi Purbaya Yudhi Sadewa yang menyebut akan melihat lebih detail untuk mengkaji ulang keefektifan kenaikan cukai.

Tercatat sejak Purbaya dilantik, saham emiten rokok telah naik signifikan, dengan kenaikan terendah mencapai 66% dan tertinggi mencapai 116%.

Kinerja Saham Rokok Sejak Purbaya Dilantik Jadi Menkeu. (Dok.Refinitiv)Foto: Kinerja Saham Rokok Sejak Purbaya Dilantik Jadi Menkeu. (Dok.Refinitiv)
Kinerja Saham Rokok Sejak Purbaya Dilantik Jadi Menkeu. (Dok.Refinitiv)



Saham emiten rokok melanjutkan reli usai pernyataan Purbaya soal tarif cukai hasil tembakau (CHT) di Indonesia, dan terbaru akan memerangi rokok ilegal hingga ke ruang digital lewat platform e-commerce.

Tarif cukai rokok yang ia ketahui langsung dari bawahannya itu dianggap berpotensi besar mengganggu iklim bisnis industri hasil tembakau.

"Saya tanya, kan, cukai rokok gimana? Sekarang berapa rata-rata? 57%, wah tinggi amat, Firaun lu," kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

Tingginya tarif CHT itu ia akui selama ini turut menekan sisi penerimaan negara, sebab saat tarif rendah pendapatan negara cenderung lebih tinggi.

"Terus, kalau turun gimana? Ini bukan saya mau turunin, ya. cuma diskusi. Kalau turun gimana? Kalau turun makin banyak income-nya. Kenapa dinaikin kalau gitu?" ungkap Purbaya.

Namun, ia menekankan, kebijakan tarif CHT yang tinggi selama ini diterapkan pemerintah merupakan langkah untuk mengendalikan konsumsinya, bukan hanya semata untuk mendulang penerimaan cukai.

"Rupanya, kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya. Ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok. Jadi, kecil lah, otomatis industri-nya kecil, kan? Tenaga kerja di sana juga kecil. Oke, bagus. Ada WHO di belakangnya," tegas Purbaya.

Kendati begitu, Purbaya merasa ada yang tak bijak dalam mendesain kebijakan CHT selama ini, yakni tidak memikirkan tenaga kerja yang selama ini mencari nafkah. Sebab, mendesain kebijakan CHT untuk menekan konsumsi tapi tidak memberi jaminan lapangan kerja baru bagi para pekerjanya.

"Apakah kita sudah buat program untuk memitigasi tenaga kerja yang menjadi nganggur? Programnya apa dari pemerintah? Enggak ada. Loh kok enak? Kenapa buat kebijakan seperti itu? itu diskusinya di sana," ujar Purbaya.

Oleh sebab itu, ia memastikan, di bawah kepemimpinannya kebijakan CHT akan lebih seimbang, antara menjaga sisi kesehatan dengan mengendalikan konsumen, tapi tidak mematikan industrinya yang selama ini menjadi tempat lapangan kerja.

"Kalau gitu, nanti kita lihat. Selama kita enggak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur, industri itu enggak boleh dibunuh, itu kan hanya menimbulkan orang susah aja, tapi memang harus dibatasin yang ngerokok itu," ucapnya.

Purbaya mengakui, untuk menjaga sisi kesehatan masyarakat, tentu konsumsi rokok harus dibatasi. Namun, tidak melulu dengan kebijakan tarif yang tinggi melalui pengenaan cukai.

"Memang harus dibatasin yang rokok itu, paling enggak orang ngertilah harus ngerti risiko rokok itu seperti apa. Tapi enggak boleh dengan policy untuk membunuh industri rokok terusnya tenaga kerjanya dibiarkan tanpa kebijakan bantuan dari pemerintah," tegasnya.

"Itu kan kebijakan yang enggak bertanggung jawab, kan?" ungkap Purbaya.


(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Diganti, Saham Emiten Rokok Kompak Terbang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular