Gebrakan Purbaya! Guyur Duit Rp200 T Buat Bank Demi Ekonomi RI Moncer

Arrijal Rachman, Emir Yanwardhana, & Zahwa Madjid, CNBC Indonesia
11 September 2025 08:40
Menteri Keuangan, (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Keuangan, (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/9/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Purba Yudhi Sadewa mengumumkan langkah besar usai dilantik sebagai Bendahara Negara oleh Presiden Prabowo Subianto pada Senin lalu (8/9/2025). Kebijakan yang akan ditempuh ini diungkapkannya di dalam rapat kerja dengan Komisi XI, DPR RI, Rabu (10/9/2025).

Dia menegaskan akan memperbaiki koordinasi kebijakan fiskal dan moneter guna menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

Purbaya menilai selama ini ada kesalahan pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang memicu kekeringan likuiditas di masyarakat sehingga menahan laju pertumbuhan ekonomi. Padahal, menurutnya, likuiditas menjadi kunci untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, pada 2024, dia menilai Indonesia sempat mengalami kekeringan likuiditas. Menurutnya, likuiditas perekonomian "dibuat ketat" oleh pemerintah dan BI saat itu dengan suku bunga tinggi, kebijakan penarikan pajak yang ekspansif, tanpa disertai dengan kebijakan belanja yang tepat waktu.

"Yang saya enggak tahu Mei jatuh lagi, Juni, Juli, Agustus jatuh ke 0% jadi periode perlambatan ekonomi yang sempat 2024 gara-gara uang ketat tadi dipulihkan sedikit, tapi belum pulih penuh di rem lagi ekonominya, itu dari sisi fiskal dan moneter," ucap Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI, Rabu (10/9/2025).

"Pemerintah karena terlambat membelanjakan anggaran, membelanjakan APBN nya, uangnya kan tetap di bank sentral, rajin narik pajak, enggak apa masuk ke bank sentral kalau dibelanjakan lagi, enggak apa, tapi kan enggak, kita santai-santai kering sistemnya, bank sentral kita juga sama," tegasnya.

Alhasil, ekonomi melambat mulai 2023 hingga jelang kuartal II-2024. Namun, kesalahan kebijakan itu malah direspons dengan menyalahkan tekanan ekonomi global saat itu. Purbaya menekankan, padahal roda perekonomian Indonesia mayoritas digerakkan oleh konsumsi domestik.

Dia mengungkapkan kesalahan pengelolaan likuiditas ini kerap berulang. Bahkan, pada 2025, hal tersebut kembali terjadi. Pada Mei 2025, uang beredar kembali turun hingga capai 0% pada Agustus. Padahal, empat bulan pertama tahun ini, uang beredar sempat meningkat. Bahkan, tumbuh hingga 7% pada April 2025.

Tidak ingin kesalahan ini terulang kembali, Purbaya menegaskan Kementerian Keuangan akan menarik uang pemerintah, di antaranya Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), yang totalnya sekitar Rp 425 triliun. SAL ini berada rekening pemerintah di BI. Dia menuturkan akan menarik Rp 200 triliun dan mengembalikannya ke sistem perekonomian.

"Jadi tugas saya di sini adalah menghidupkan kedua mesin tadi, mesin moneter dan mesin fiskal. Nanti saya mohon restu dari parlemen untuk saya menjalankan tugas itu. Langkah pertama sudah kami jalankan. Saya sudah lapor ke presiden, Pak, saya akan taruh uang ke sistem perekonomian. Berapa?," katanya

"Saya sekarang punya Rp 425 triliun di BI cash. Besok saya taruh (ke sistem) Rp 200 triliun," tegasnya.

Dia pun mewanti-wanti BI, jika uang Rp 200 triliun sudah berada di sistem perekonomian, jangan diserap lagi uangnya.

"Kalau itu masuk ke sistem dan saya nanti sudah minta ke bank sentral jangan diserap uangnya. Biar aja kalian dengan menjalankan kebijakan moneter, kami dari sisi fiskal yang menjalankan sedikit. Tapi nanti mereka juga akan mendukung. Artinya ekonomi akan bisa hidup lagi," kata Purbaya.

Direstui Presiden

Keputusan tersebut juga telah mendapatkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto. Hal ini ditegaskan Purbaya saat ditemui di Istana Presiden.

"Sudah, sudah setuju," tegas Purbaya.

Purbaya menjelaskan, dana tersebut merupakan kas negara. Pemindahan dana ke perbankan bukan dalam bentuk pinjaman melainkan tambahan likuiditas agar bisa menggenjot penyaluran kredit.

"Itu jadi sistemnya bukan saya ngasih pinjaman ke bank dan lain-lain. Ini seperti anda naruh deposito di bank, kira-kira gitu kasarnya. Nanti penyalurannya terserah bank. Tapi kalau saya mau pakai, saya ambil," jelasnya.

Meski demikian, Purbaya mengingatkan agar bank tidak menggunakan dana tersebut untuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN) ataupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

"Jadi uangnya betul-betul ada sistem perekonomian, sehingga ekonominya bisa jalan," tegas Purbaya.

Dia pun menegaskan 'likuiditas melimpah' ini tidak akan membuat inflasi melonjak. Ekonomi Indonesia masih di bawah potensinya yang diperkirakan sebesar 6,5% sehingga dengan realisasi sekarang artinya masih ada ruang untuk ekonomi tumbuh lebih tinggi.

"Kita masih jauh dari inflasi. Jadi kalau saya injek stimulus ke perekonomian, harusnya kalau ekonominya masih di 5%, masih jauh dari inflasi," tegas.

Skema Bagi-Bagi Likuiditas

Febrio Kacaribu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kementerian Keuangan, menjelaskan skema likuiditas yang akan digelontorkan pemerintah akan mirip dengan penempatan dana untuk program Koperasi Desa Merah Putih.

Pada rencananya pemerintah akan meletakkan dana Rp83 triliun ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) agar bisa digunakan dalam program Koperasi Desa Merah Putih.

Kini dengan dana sebesar Rp 200 triliun, tentu bisa menyentuh program yang lebih luas lagi.

"Jadi yang tadinya Rp83 triliun sekarang jadi Rp200 triliun. Itu bisa, nanti kita didetailkan. Tapi ini intinya adalah kita punya SAL dan juga SiLPA yang kita simpan di Bank Indonesia, tadi diarahkan agar dialirkan ke perbankan agar bisa menciptakan kredit," terangnya.

Terkait dengan bank mana saja akan terima dana tersebut, Febrio belum bisa menyampaikan. Hal ini akan terus dikaji, termasuk aturan sebagai landasan hukum kebijakan.

"Itu masih sedang kita siapkan," imbuhnya.

Febrio ingin agar dana tersebut tidak digunakan bank untuk pembelian Surat Berharga Negara (SBN) ataupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

"Tentunya kita nggak mau perbankannya nanti menggunakan untuk beli SBN, itu tentunya kontraproduktif. Kita siapkan peraturannya," tegas Febrio.

Febrio meyakini langkah tersebut akan mampu mendorong penyaluran kredit dan memutar ekonomi lebih cepat.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BI Beli SBN Rp132,9 T Demi Amankan Rupiah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular