
Asing Lebih Tertarik Taruh Dana ke Vietnam Ketimbang RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Aliran masuk modal asing di pasar surat berharga negara-negara kawasan ASEAN masih terkonsentrasi ke Vietnam ketimbang Indonesia.
Berdasarkan catatan tim ekonom Bank Mandiri, aliran modal asing yang masuk ke bond market ASEAN memang terkonsentrasi ke Indonesia dan Vietnam, namun Vietnam kemasukan paling banyak.
Aliran modal asing yang masuk ke pasar obligasi Vietnam per Agustus 2025 mencapai US$ 26,4 miliar, sedangkan ke Indonesia hanya US$ 700 juta. Sedangkan ke Malaysia outflow US$ 1,2 miliar, Thailand US$ 200 juta, dan Filipina US$ 800 juta.
"Inflows yang paling besarnya terjadi tetap di Vietnam," kata Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro dalam acara Mandiri Macro and Market Brief 3Q25 Indonesia Economic Outlook, Kamis (28/8/2025).
Sejak awal tahun, Vietnam menikmati inflows yang sangat besar dan konsisten di atas level US$ 25 miliar. Pada Januari 2025, nilai yang masuk mencapai US$ 25,1 miliar, Februari US$ 25,6 miliar, Maret US$ 25,6 miliar, April US$ 26 miliar, April US$ 26 miliar, Mei US$ 26 miliar, Juni US$ 26,1 miliar, dan Juli US$ 26,4 miliar.
Sementara itu, Indonesia juga sebetulnya konsisten menikmati inflow sejak awal tahun, namun nilainya kecil-kecil. Januari 2025 hanya US$ 100 juta, Februari US$ 500 juta, Maret US$ 100 juta, April US$ 400 juta, Mei US$ 1,8 miliar, Juni sempat outflow US$ 400 juta, dan Juli inflow kembali US$ 100 juta.
Derasnya aliran masuk modal asing yang masuk ke Vietnam itu dipicu oleh prospek pertumbuhan ekonomi Vietnam yang jauh lebih cepat ketimbang Indonesia maupun negara-negara ASEAN lainnya.
Berdasarkan catatan Bank Mandiri, konsensus pasar keuangan dan ekonomi memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Vietnam akan mencapai 6,5% pada 2025, 6,2% pada 2026, dan 6,3% pada 2027.
Laju pertumbuhan itu meninggalkan negara-negara ASEAN lainnya, bahkan jauh lebih tinggi dari prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada tahun ini hanya akan di kisaran 4,8%, 2026 sebesar 4,9%, dan pada 2027 forecastnya di level 5%.
"Vietnam karena memang market melihat ada ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang relatif lebih tinggi," kata Asmo.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Dunia Gonjang-Ganjing Akibat Perang Tarif Trump
