
Pasar Saham Menggila, Ekonomi Domestik Justru Rapuh

Jakarta, CNBC Indonesia — Bagi investor China, bursa luar negeri seperti Amerika atau Jepang biasanya lebih menarik karena pasar saham domestik kerap tertinggal. Namun, tahun ini berbeda karena Indeks Shanghai Composite justru melesat hingga menyentuh level tertinggi dalam sepuluh tahun pada 25 Agustus.
Melansir The Economist, sejak awal 2025, indeks tersebut sudah naik 36% dan berhasil mengungguli kinerja S&P 500 serta indeks global lainnya. Pencapaian ini menjadi titik balik setelah pasar saham China selama bertahun-tahun dikenal berperforma buruk.
Meski demikian, reli pasar saham terjadi di tengah ekonomi domestik yang tengah rapuh. China menghadapi kelebihan kapasitas produksi yang memicu persaingan tidak sehat dan menekan berbagai sektor industri unggulannya.
Industri kendaraan listrik dan panel surya, yang semula menjadi kebanggaan nasional, kini justru mengalami tekanan akibat jumlah pemain yang terlalu banyak. BYD, produsen EV terbesar di China, bahkan dilaporkan kesulitan membayar pemasok, sementara kerugian menimpa sejumlah perusahaan energi surya.
Pemerintah berupaya menjaga sentimen dengan menonjolkan keberhasilan teknologi dan budaya. Keberhasilan startup DeepSeek dalam kecerdasan buatan serta film animasi lokal Ne Zha 2 menjadi simbol optimisme yang dipromosikan negara.
Selain itu, langkah-langkah pendukung juga ditempuh, mulai dari kebijakan "anti-involution" untuk menekan kelebihan produksi hingga pelonggaran aturan pembelian rumah di Shanghai. Rumah tangga pun mulai mengalihkan tabungan ke saham, sementara perusahaan dan asuransi meningkatkan pembelian saham dengan nilai ratusan miliar yuan.
Data ekonomi resmi justru menunjukkan gambaran berlawanan. Laporan 15 Agustus mencatat konsumsi, produksi industri, dan investasi aset tetap turun jauh di bawah ekspektasi, tetapi Indeks Shanghai Composite justru naik 1%.
Kinerja emiten juga melemah, dengan lebih dari 22% perusahaan melaporkan kerugian pada semester pertama 2025-angka tertinggi dalam empat tahun terakhir. Tren ini menandakan ketidaksesuaian antara pergerakan pasar saham dan kondisi fundamental perusahaan.
Para analis menilai reli pasar tampak terlepas dari realitas. HSBC menyebut reli saham China "terasa tidak terhubung dengan kenyataan," sementara regulator dikabarkan mengimbau agar istilah "bull market" tidak lagi digunakan secara luas di media sosial.
Situasi ini memunculkan pertanyaan besar apakah reli spektakuler bursa China mampu bertahan. Cepat atau lambat, pasar diperkirakan akan kembali berhadapan dengan realitas ekonomi yang lebih suram.
(mkh/mkh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: IHSG Ditutup Merah Hingga Ekonomi China Tumbuh 5,4% di Q1-2025
