Pajak Penghasilan Aset Kripto Naik Jadi 0,21%, Bebas PPN Asal...

Arrijal Rachman , CNBC Indonesia
30 July 2025 08:10
10 Negara DI DUNIA
yang Ramah
Dengan Kripto
Foto: Ilustrasi Kripto/Aristya RahadianInfografis/

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) terhadap aset kripto mulai tahun pajak 2026. Namun, untuk pajak pertambahan nilai (PPN) akan dibebaskan.

Ketentuan ini telah ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto yang terbit sejak 25 Juli 2025.

"Bahwa untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas transaksi perdagangan aset kripto," dikutip dari bagian menimbang PMK 50/2025, Rabu (30/7/2025).

Khusus untuk ketentuan PPN, aset kripto dipersamakan dengan surat berharga, sehingga tidak dikenakan PPN. Namun, atas penyerahan jasa kena pajak berupa jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) maupun jasa kena pajak berupa jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto tetap dikenakan PPN.

Jasa penyedia sarana elektronik yang dikenakan PPN untuk memfasilitasi transaksi aset kripto di antaranya berupa jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya (swap, serta dompet elektronik meliputi deposit, penarikan dana, pemindahan aset kripto ke akun lain, dan penyediaan atau pengelolaan media penyimpanan aset kripto.

Besaran nilai tarif PPN untuk cakupan itu ialah 11% karena mempertimbangkan mekanisme perhitungan tarif PPN 12% per 2025 dikalikan dengan nilai lain 11/12 sebagaimana diatur dalam PMK 131/2024.

Sementara itu, terkait dengan pengenaan PPh, akan diterapkan bagi penerima atau orang yang memperoleh penghasilan dari hasil penjualan aset kripto, penyelenggaran perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), hingga penambang aset kripto.

"Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penjual Aset Kripto sehubungan dengan transaksi Aset Kripto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a merupakan objek Pajak Penghasilan," sebagaimana tertulis dalam PMK 50/2025.

Penghasilan sehubungan dengan transaksi Aset Kripto meliputi penghasilan dari seluruh jenis transaksi Aset Kripto, berupa transaksi dengan pembayaran mata uang fiat; tukar-menukar Aset Kripto dengan Aset Kripto lainnya (swap); dan/atau transaksi Aset Kripto lainnya.

Besaran PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap penghasilan atas aset kripto itu mengalami kenaikan dalam PMK 50/2025, yaitu menjadi 0,21% dari sebelumnya sebesar 0,1% dalam PMK 68/2022 bila terdaftar di Bappebti. Tarif PPh itu pun bersifat final.

"Pajak Penghasilan Pasal 22 yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik," dikutip dari Pasal 12 PMK 50/2025.

Selain itu, terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh Penjual Aset Kripto dari transaksi Aset Kripto yang dilakukan melalui Sarana Elektronik yang disediakan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dikenai Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari nilai transaksi Aset Kripto.

Lalu, bila penghasilan yang diterima atau diperoleh Penjual Aset Kripto yang dilakukan melalui Sarana Elektronik yang disediakan oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik telah dikenai PPh luar negeri oleh negara atau yurisdiksi yang menjadi sumber penghasilan di luar negeri, atas PPh luar negeri tersebut tidak dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia.

Dalam PMK itu juga diatur tentang sanksi bila pihak-pihak yang terkait dengan seluruh aktivitas transaksi aset kripto ini tidak taat terhadap ketentuan pajaknya. Sanksinya merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Untuk memahami lebih lanjut tentang pengenaan PPh dan PPN aset kripto, berikut ini contohnya sebagaimana disajikan oleh PMK 50/2025:

1. Contoh Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Jual Beli Aset Kripto dengan Mata Uang Fiat

Tuan ABC memiliki 1 (satu) koin Aset Kripto dan Tuan BCD memiliki uang rupiah, yang disimpan pada e-wallet yang disediakan oleh Pedagang Aset Keuangan Digital XYZ. Pada tanggal 5 Agustus 2025, melalui platform yang disediakan oleh Pedagang Aset Keuangan Digital XYZ, Tuan ABC menjual 0,7 (nol koma tujuh) koin Aset Kripto dan Tuan BCD membeli 0,7 (nol koma tujuh) koin Aset Kripto, pada harga 1 (satu) koin Aset Kripto = Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Atas transaksi tersebut Pedagang Aset Keuangan Digital XYZ wajib:

1. memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 kepada Tuan ABC sebesar = 0,21% x (0,7 koin x Rp500.000.000,00) = Rp735.000,00;

2. membuat bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 berupa Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Unifikasi;

3. menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut paling lambat pada tanggal 15 September 2025; dan

4. melaporkan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 pada SPT Masa Pajak Penghasilan Unifikasi Masa Agustus, paling lambat pada tanggal 20 September 2025.

2. Contoh Pemugutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas Tukar Menukar Aset Kripto dengan Aset Kripto Lainnya (Swap)

Pada tanggal 10 Agustus 2025, Tuan BCD sebagaimana dimaksud pada contoh huruf A melakukan transaksi tukar-menukar (swap) 0,3 (nol koma tiga) koin Aset Kripto F dengan 30 (tiga puluh) koin Aset Kripto G yang dimiliki oleh Nyonya CDE sebagai pelanggan Pedagang Aset Keuangan Digital XYZ. Pada tanggal 10 Agustus 2025, nilai konversi Aset Kripto ke dalam mata uang rupiah yaitu 1 (satu) koin Aset Kripto F = Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan 1 (satu) koin Aset Kripto G = Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Atas transaksi tersebut Pedagang Aset Keuangan Digital XYZ wajib:

1. memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 kepada Tuan BCD sebesar = 0,21% x (0,3 x Rp500.000.000,00) = Rp315.000,00 atas penyerahan koin Aset Kripto F;

2. memungut Pajak Penghasilan Pasal 22 kepada Nyonya CDE sebesar = 0,21% x (30 x Rp5.000.000,00) = Rp315.000,00 atas penyerahan koin Aset Kripto G;

3. membuat bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 berupa Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Unifikasi;

4. menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut paling lambat pada tanggal 15 September 2025; dan

5. melaporkan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 pada SPT Masa Pajak Penghasilan Unifikasi Masa Agustus, paling lambat pada tanggal 20 September 2025.


(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bitcoin Melesat Usai The Fed Tahan Suku Bunga, Simak Proyeksi Cuannya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular