MARKET DATA
Internasional

Geger Krisis di Industri Film Bollywood, Shah Rukh Khan-Akshay Kumar

sef,  CNBC Indonesia
19 November 2025 11:20
Kendaraan bergerak melewati papan iklan film Bollywood '83', yang didasarkan pada kemenangan piala dunia kriket pertama India pada tahun 1983, di Mumbai pada 24 Desember 2021. (AFP via Getty Images/INDRANIL MUKHERJEE)
Foto: (AFP via Getty Images/INDRANIL MUKHERJEE)

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri film Bollywood di India kini menghadapi krisis kredibilitas yang semakin dalam. Sejumlah orang dalam memperingatkan bahwa ulasan film yang dimanipulasi dan angka box office yang digelembungkan telah mendistorsi persepsi publik, yang pada akhirnya merugikan penjualan tiket.

Selama ini, platform streaming dianggap mengganggu perfilman tradisional Bollywood. Namun, para veteran industri mengatakan bahwa "kesengsaraan Bollywood", sebenarnya merupakan akibat dari diri mereka sendiri.

Ini termasuk tren untuk menyatakan sebuah film sebagai "hit" bahkan sebelum dirilis. Industri film di Bollywood sendiri bernilai US$60 miliar (sekitar Rp 1.000 triliun).

"Jika Anda tidak melibatkan para influencer dan kritikus ini, mereka akan menulis ulasan buruk, meskipun filmnya bagus," kata produser-distributor Suniel Wadhwa, sebagaimana dimuat AFP, Rabu (19/11/2025).

"Jika filmnya buruk, mereka akan menulis hal-hal baik tentang film tersebut, asalkan produser atau studio telah membayar mereka," tambahnya.

Analis perdagangan dan distributor setempat, Raj Bansal juga mengatakan penonton semakin skeptis terhadap ulasan awal yang positif. Begitu media memberi empat bintang, tegasnya, orang-orang langsung mengirim pesan bahwa film sebenarnya tidak bagus.

"'Pak, itu artinya filmnya tidak bagus,'" kata Bansal menirukan pihak-pihak yang menghubunginya.

"Dan, meskipun filmnya bagus, mereka tidak mempercayainya," tambahnya.

Penjualan Tiket Menurun

Ketidakpercayaan itu kini terlihat di box office. Itu berarti penjualan tiket selama pertunjukan pembukaan yang krusial "menurun drastis" karena penggemar film menunggu kabar dari mulut ke mulut atau "ulasan asli" untuk keluar.

Iinfluencer terlibat, di mana mereka memiliki "kartu peringkat", untuk memoles film seolah laik ditonton.

Sementara itu, para produser membeli tiket dalam jumlah besar untuk menggelembungkan angka penjualan di minggu pembukaan.

"Semuanya dibeli dan dimanipulasi," kata Bansal, merujuk pada ulasan dan tokoh media sosial.

Shah Rukh Khan sampai Akshay Kumar

Sementara itu, pemilik bioskop di Jaipur, Sudhir Kasliwal, mengingat ratusan pemesanan daring untuk salah satu film rilisan superstar Shah Rukh Khan. Tetapi di lapangan, hanya sebagian kecil penonton yang datang langsung.

"Produser, sutradara, dan aktor sendiri yang membeli tiket... masa depan Bollywood terlihat sangat suram jika praktik ini terus berlanjut," kata Kasliwal.

"Pesan yang salah disampaikan kepada masyarakat dan jika konten yang baik tidak diproduksi, keadaan tidak akan pernah membaik," tambahnya.

Kontroversi terbaru termasuk film aksi jet tempur "Skyforce". Film tersebut dibintangi bintang Bollywood Akshay Kumar.

Sutradara film tersebut membantah tuduhan "pemesanan blok" untuk mendongkrak angka penjualan tiket di minggu pertama. Tetapi seorang analis perdagangan yang berbasis di Mumbai mengklaim pendapatan kotornya meningkat dari sekitar US$6 juta menjadi lebih dari US$9 juta.

"Platform pemesanan daring menunjukkan bioskop penuh, tetapi banyak bioskop hampir kosong," kata analis

Pendapatan yang Dimanipulasi

Produser dan distributor Wadhwa mengatakan bahwa pendapatan box office film horor komedi romantis tahun 2025 "Thamma" juga dimanipulasi. Ia mengklaim bahwa pendapatan sebenarnya sekitar US$15 juta tapi dilaporkan US$18 juta.

Sutradara Thamma, Aditya Sarpotdar, membela angka tersebut, menyebutnya "paling akurat". Ia berdalih ini berasal dari distributor dan eksibitor.

"Ketika sebuah film masih tayang di bioskop, angka pendapatan antara produser dan industri akan bervariasi," kata Sarpotdar.

"Angka-angka produser selalu merupakan angka yang jujur," klaimnya.

Konsekuensi Panjang

Para ahli memperingatkan bahwa pemalsuan data box office memiliki konsekuensi jangka panjang. Mulai dari gaji bintang yang membengkak hingga menyusutnya peluang bagi talenta baru.

"Anda tidak bisa menganggap remeh penonton. Mereka tahu yang sebenarnya," kata Wadhwa, menambahkan bahwa manipulasi ulasan dan penjualan tiket merupakan "situasi yang sangat menyedihkan".

Platform streaming, yang kini menjadi pemain utama dalam distribusi film, mulai menuntut angka box office yang telah diaudit sebelum mencapai kesepakatan yang semakin menekan para produser. Meskipun mendapat reaksi keras, hanya sedikit yang memperkirakan tren ini akan segera berakhir.

"Para streamer kini menjadi lebih cermat dan berhati-hati dalam memilih film," kata Wadhwa.

"Praktik ini akan terus berlanjut," kata Wadhwa, hingga para produser dan studio kehilangan "nafsu untuk membeli tiket."


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Genre Film Makin Beragam, Kinerja Industri Meningkat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular