Perubahan Urine Bisa Jadi Pertanda Stres, Begini Cirinya

Linda Hasibuan, CNBC Indonesia
27 August 2025 08:00
Ilustrasi duduk di Toilet
Foto: Ilustrasi (Photo by Miriam Alonso)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan frekuensi buang air kencing ternyata bisa menjadi pertanda seseorang sedang stress. Hal ini dibuktikan oleh sebuah studi yang diterbitkan di Journal of Applied Physiology.

Studi tersebut menemukan bahwa orang yang lebih sering stress memiliki warna urine atau air kencing yang lebih gelap dan pekat. Peneliti juga menemukan bahwa tubuh yang dehidrasi atau kekurangan air memiliki kadar kortisol, atau hormon stress, yang jauh lebih tinggi. 

Melansir Science Alert, temuan itu menguji orang dewasa muda yang sehat dengan membagi mereka menjadi dua kelompok berdasarkan asupan cairan mereka sehari-hari. Satu kelompok minum kurang dari 1,5 liter setiap hari, sementara kelompok lainnya melebihi rekomendasi standar sekitar dua liter untuk wanita dan 2,5 liter untuk pria.

Setelah menerapkan pola minum ini selama seminggu, peserta menghadapi tes stres laboratorium. Kedua kelompok sama-sama merasa gugup dan menunjukkan peningkatan detak jantung yang serupa. Namun, kelompok dengan asupan cairan rendah mengalami lonjakan kortisol yang jauh lebih nyata. Ini sebuah respons yang dapat menimbulkan masalah jika diulang setiap hari selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Peningkatan kortisol kronis telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, masalah ginjal, dan diabetes.

Lebih mengejutkan, peserta yang kurang terhidrasi tidak melaporkan rasa haus yang lebih kuat dibandingkan peserta yang terhidrasi dengan baik. Namun, tubuh mereka menunjukkan hal yang berbeda.

Warna urine yang lebih gelap dan pekat menunjukkan dehidrasi. Ini menunjukkan bahwa rasa haus tidak selalu menjadi indikator kebutuhan cairan yang dapat diandalkan.

Ketika dehidrasi terdeteksi, otak melepaskan vasopresin, hormon yang menginstruksikan ginjal untuk menghemat air dan mempertahankan volume darah.

Namun, vasopresin tidak bekerja sendiri, melainkan juga memengaruhi sistem respons stres otak, yang berpotensi meningkatkan pelepasan kortisol di saat-saat sulit.

Meskipun minum air cukup saja tidak akan menghilangkan stress, hal itu dapat membantu memastikan tubuh Anda lebih siap untuk mengatasinya. Di dunia di mana stres terasa tak terelakkan, keuntungan fisiologis itu dapat terbukti lebih bermanfaat daripada yang disadari sebelumnya.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Air India Selidiki Insiden Pria Kencingi Penumpang Lain di Pesawat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular