
Mengenal Komunitas La Sape di Kongo, Rela Hidup Miskin Tapi Gaya

Jakarta, CNBC Indonesia - Ada banyak cara dalam mengekspresikan diri. Salah satunya berpakaian keren setiap hari.
Hal ini pun terjadi di Republik Kongo di mana pengikutnya bernama La Sape adalah para pencinta fesyen yang rela hidup susah asal bisa tampil fashionable.
Komunitas ini terkenal karena gaya berpakaian mereka yang serba necis, dan tak jarang mengenakan busana rancangan desainer.
Meski memakai pakaian mahal, mereka bukan orang kaya. Para anggota komunitas La Sape adalah kaum pekerja, ada yang supir taksi, petani, tukang kayu, dan lain sebagainya.
Semua berawal dari masa penjajahan...
La Sape adalah singkatan dari Société des ambianceurs et des personnes elegantes atau yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai Society of Atmosphere-setters and Elegant People.
Asal-usul La Sape diyakini bermula di awal abad ke-20 di masa penjajahan Belgia-Prancis di mana budak Kongo bekerja untuk mendapatkan pakaian bekas.
Di luar jam kerja, para pria Kongo mulai berpakaian seperti "pria Prancis" yang fashionable, ditandai dengan pakaian warna-warni, sepatu mewah, aksesoris seperti topi bowler, tongkat, dan kacamata hitam. Mengenakan pakaian seperti itu, mereka merasa keren dan mendapatkan energi serta kegembiraan.
Apa yang mendasari gaya hidup La Sape? Dan seperti apa asal-usul komunitas ini?
Orang-orang ini disebut sapeurs (atau sapeuses bagi perempuan).
Pada saat itu, La Sape adalah bentuk ekspresi sosial dari orang-orang yang pernah dijajah. Sapeurs menggunakan gerakan ini sebagai pelarian dari kesengsaraan mereka, yang kemudian menjadi inspirasi bagi komunitas lain.
Namun, mengutip Al Jazeera, saat ini La Sape adalah ideologi gerakan tentang menjadi bahagia dan elegan bahkan jika seseorang sebenarnya kekurangan makan.
Namun, La Sape lebih dari sebuah subkultur. Ini adalah bagian penting dari budaya Kongo. Bahkan, para politisi dan musisi menghormati gerakan ini.
"Bagi saya, La Sape hanyalah tentang kebersihan: Saya merasa nyaman dengan setelan Ozwald Boateng saya, jadi saya memakainya," kata Aime Champaigne, salah satu pengikut gerakan La Sape.
Namun demikian, orang Kongo yang skeptis tentang La Sape mendefinisikan gerakan ini sebagai obsesi - kecanduan yang tidak dapat dihentikan bahkan jika Anda merasa itu salah.
(fsd/fsd)
[Gambas:Video CNBC]
