
Dokter Ungkap Kesalahan Diet yang Bikin Berat Badan Susah Turun

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak orang gagal diet karena sibuk menghitung kalori atau ikut tren ekstrem. Tapi dr. Gagah Buana Putra, spesialis jantung dan pembuluh darah, justru menemukan kunci keberhasilan ada pada pemahaman sederhana, yaitu makan teratur dan paham metabolisme tubuh.
"Dulu saya pikir rutin minum jus mangga tanpa gula itu sehat. Tapi ternyata saya mengalami sindroma metabolik," kata dr. Gagah saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Rabu (25/6/2025).
Ia menjelaskan, sindroma metabolik adalah kondisi serius yang terdiri dari kombinasi gula darah tinggi, kolesterol buruk, tekanan darah tinggi, dan obesitas sentral. Lingkar perutnya sempat menyentuh 103 cm, jauh di atas ambang batas sehat untuk pria. "Itu zona merah," ujarnya.
Momen titik balik datang ketika seorang keluarga pasien menegurnya saat edukasi rutin. "Tapi dokter kok gendut?" ujar si pengantar pasien. Ia pun lantas menantang pasien sembari menantang dirinya untuk mengubah pola hidupnya yang sudah tidak sehat dan tak bisa mengelak bahwa pipi tembem, leher berlipat, perut buncit meski tertutup jas dokter.
Sebagai dokter jantung pun, ia paham betul dampak buruk pola makan yang tidak terkontrol. "Penyakit jantung koroner itu tidak datang tiba-tiba. Itu akumulasi dari metabolisme yang rusak: gula tinggi bikin peradangan, tekanan darah tinggi merusak pembuluh, kolesterol menempel di dinding yang luka. Akhirnya menyumbat," jelasnya.
Awalnya, ia sempat mencoba berbagai diet populer seperti keto, vegan, water fasting, sampai intermittent fasting, namun gagal karena tidak konsisten. Titik baliknya justru datang saat ia menyadari bahwa tubuh perlu pola yang stabil, bukan ekstrem.
"Sebenarnya yang kita butuhkan itu cuma makan yang teratur. Kuncinya ada di metabolisme, yaitu proses tubuh mengubah makanan dan minuman jadi energi. Kalau tubuh terus dikasih asupan tanpa jeda, insulin kerja terus, jadi resistensi. Dari situlah semua masalah bermula," jelas dokter yang juga sebagai pengajar di FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu.
Menurut dr. Gagah, diet yang berhasil bukan soal ikut tren, tapi soal disiplin pada pola makan dasar. Ia menyarankan untuk tidak ngemil sama sekali, makan tiga kali sehari, dan memberi jeda antar waktu makan, mirip dengan konsep intermittent fasting ringan. "Makan malam jam 7, lalu sarapan besoknya sekitar jam 7 pagi, itu sudah 12 jam puasa tanpa terasa. Kita tinggal tidur," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya mengurangi minuman manis, termasuk jus buah yang tampaknya sehat tapi tetap tinggi gula. Di awal perubahan gaya hidupnya, ia menggunakan stevia sebagai "jembatan" untuk lepas dari kecanduan rasa manis. "Lidah kita itu bisa dilatih. Dulu saya nggak bisa minum air putih, sekarang sudah bisa karena terbiasa," jelasnya.
Berat badannya pun turun dari 90 kg menjadi 60 kg. Tak hanya perubahan fisik, ia juga merasakan manfaat mental. "Saya sekarang bangun tidur lebih segar, tidur lebih nyenyak, dan konsentrasi jauh lebih fokus," ungkapnya.
Baginya, gaya hidup sehat bukan lagi soal angka di timbangan, melainkan bentuk tanggung jawab dan itu berlaku juga bagi tenaga kesehatan, dalam hal ini dokter spesialis seperti dirinya. "Jadilah manusia yang bertanggung jawab terhadap apa yang kita makan," tegasnya.
dr. Gagah juga mengaku kini rutin berjalan cepat 30 menit sehari dan melatih otot untuk meningkatkan cadangan energi tubuh. Itu biasa dilakukan sambal melakukan live aplikasi TikTok untuk memberikan edukasi Kesehatan jantung dan pembuluh darah kepada masyarakat.
"Sebagai dokter, saya lebih percaya diri mengedukasi pasien karena saya sendiri sudah melakukannya. Bukan cuma teori, tapi bukti hidup," kata ia.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Minuman yang Bisa Bakar Lemak Perut, Cocok Buat Diet
