Bos Narkoba Terbesar RI Ditangkap, Pengadilan Jatuhkan Hukuman Mati
Jakarta, CNBC Indonesia - Tim gabungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, dan Interpol berhasil menangkap warga RI, yang terkait gembong narkoba internasional, Dewi Astutik. Perempuan yang disebut "mami" ini berhasil ditangkap di Kamboja, Selasa (2/12/2025).
Dewi Astutik dikenal sebagai pengendali jaringan narkoba lintas negara yang menyuplai barang terlarang ke berbagai wilayah, mulai dari Indonesia, Laos, Hong Kong, Korea Selatan (Korsel), Brasil, hingga Ethiopia. Atas perbuatannya, dia terancam hukuman maksimal berupa pidana mati atau penjara seumur hidup sesuai UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sejarah menunjukkan hukuman mati terhadap gembong narkoba memang benar-benar diterapkan di Indonesia. Pengadilan pernah menjatuhkan vonis serupa pada sejumlah pelaku peredaran narkoba berskala besar.
Salah satu preseden pentingnya adalah kasus Chan Ting Chong. I adalah gembong narkoba terbesar RI, yang menjadi orang pertama di Indonesia yang divonis mati karena kejahatan narkotika.
Pria yang juga dikenal dengan nama samaran Steven itu sebenarnya warga negara (WN) Malaysia. Dia mulai aktif dalam bisnis heroin sejak 1980-an dengan jaringan yang merambah Indonesia.
Jenderal Polisi Hoegeng dalam biografi berjudul Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan (2016), disebutkan pada masa itu Indonesia merupakan pasar potensial peredaran narkoba dan banyak anak muda terjerat. Atas alasan ini, pemerintah kemudian menerapkan kebijakan pemberantasan narkoba besar-besaran.Â
Sebagaimana diberitakan koran Analisa (15 Januari 1986), akhir petualangan Chan bermula pada Juni 1985. Saat itu, dia merencanakan pengiriman 420 gram heroin ke Indonesia melalui Maurian Manusamy, seorang WN Malaysia yang dijadikan kurir.
Chan menjanjikan imbalan Rp1,4 juta. Lalu meminta Maurian membawa heroin dengan cara disembunyikan di celana dalam. Barang itu nantinya akan diambil seseorang di City Hotel, Jakarta. Chan sendiri berangkat lebih dulu ke Jakarta, tetapi menolak membawa barang tersebut.
Pada 15 Juni, Maurian terbang ke Indonesia dan dijemput langsung oleh Chan. Semuanya berjalan mulus hingga hari berikutnya ketika transaksi pengambilan barang dijadwalkan berlangsung.
Sesuai jadwal, pada 16 Juni, Maurian didatangi seseorang yang hendak mengambil heroin. Awalnya, orang tersebut datang sendirian. Namun, tak lama polisi tiba. Maurian langsung ditangkap beserta barang bukti.
Chan kemudian dijebak dan ditahan. Penangkapan keduanya menjadi kasus narkotika terbesar era Orde Baru. Proses hukum berjalan selama setahun. Hingga akhirnya pada 15 Januari 1986 hakim memutus keduanya bersalah. Chan dijatuhi hukuman mati, sementara Maurian mendapat hukuman seumur hidup.
"Terdakwa Chan Ting Chong alias Steven divonis hukuman mati," tegas Ketua Hakim, Ismail.
Hakim menyatakan tidak ada unsur yang meringankan bagi terdakwa. Vonis ini menjadi bersejarah karena merupakan hukuman mati pertama bagi gembong narkoba sejak UU Narkotika disahkan pada 1974.
Chan kemudian mengajukan banding, tetapi ditolak Mahkamah Agung. Pengajuan grasinya juga ditolak oleh Presiden Soeharto.Â
Chan akhirnya dieksekusi regu tembak pada 13 Januari 1995 di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Dia menjadi orang pertama yang dihukum mati di Indonesia atas kasus narkotika.