Pemerintah Abaikan Peringatan, 23.000 Orang Tewas Saat Gunung Meletus

MFakhriansyah,  CNBC Indonesia
13 November 2025 12:00
Tragedi Armero. (Dok. Universitas Sains dan Teknologi Komputer)
Foto: Tragedi Armero. (Dok. Universitas Sains dan Teknologi Komputer)
Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight, rubrik yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini lewat relevansinya di masa lalu. Khusus terkait bencana, naskah ini diharapkan bisa membangun kesadaran dan kewaspadaan terhadap mitigasi bencana.

Jakarta, CNBC Indonesia - Hidup di wilayah rawan bencana menuntut kesadaran untuk selalu siap. Mitigasi bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Sebab, tak ada yang bisa menebak kapan alam menunjukkan kekuatannya lewat aktivitas tektonik atau vulkanik.

Cara terbaik yang bisa dilakukan manusia adalah belajar berdamai dengan alam. Tanggung jawab ini pun tak hanya ada di pundak individu, tapi juga pemerintah.

Tragedi di Kolombia, tepat hari ini 40 tahun lalu, menjadi pengingat nyata betapa fatalnya jika pemerintah abai terhadap peringatan para ilmuwan. Akibat kelalaian dan lambatnya respons terhadap saran mitigasi, 23 ribu warga Armero terkubur hidup-hidup ketika Gunung Nevado del Ruiz meletus.

Kelalaian Pemerintah

Gunung Nevado del Ruiz berada di wilayah Armero, Kolombia. Gunung ini telah aktif sejak 1,8 juta tahun lalu dan beberapa kali meletus, meski dengan jeda waktu yang sangat panjang. Sebelum bencana besar itu, gunung ini dikenal "tertidur" selama lebih dari satu abad setelah terakhir kali meletus pada 1845.

Selama masa tenangnya, kehidupan di sekitar gunung berkembang pesat. Tanah yang subur membuat sektor pertanian tumbuh menjadi tumpuan ekonomi daerah. Bahkan, wilayah ini menyuplai hampir separuh kebutuhan pertanian Kolombia. Hingga tahun 1985, jumlah penduduk Armero mencapai sekitar 30 ribu jiwa.

Menurut riset Barry Voight berjudul "The 1985 Nevado del Ruiz volcano catastrophe: anatomy and retrospection" (1990), tanda-tanda bahaya mulai muncul pada 1984. Gunung Nevado del Ruiz perlahan menunjukkan aktivitasnya. Gempa kecil terasa di sekitar wilayah itu, dan perilaku makhluk hidup di lereng gunung pun mulai berubah.

"Tiga gempa signifikan mulai terasa dari jarak 20-30 Km dari pusat gunung, salah satunya berkekuatan M3-4 yang berlangsung selama 5-30 menit," ungkap riset tersebut.

Aktivitas vulkanik ini terus meningkat memasuki tahun 1985. Para peneliti dari Eropa dan Amerika Serikat segera memberi peringatan kepada pemerintah Kolombia. Mereka sudah memetakan potensi bahaya, arah aliran lava, hingga daerah yang mungkin terdampak. Kronologi geologis gunung juga sudah diketahui, termasuk peta aliran piroklastik dan lahar dari aliran pencairan es dan gletser.

Semua laporan ilmiah telah tersedia dengan detail dan akurat. Selain itu, saran dari para ahli manajemen darurat vulkanik internasional juga sudah disampaikan, dan peralatan pemantauan bahkan telah dipasang. Jika semua langkah mitigasi ini dilakukan dengan tepat, korban bisa diminimalkan.

Sayangnya, pemerintah justru bersikap lambat. Mereka mendengar peringatan itu, tetapi enggan mengambil tindakan nyata.

"Otoritas enggan menanggung biaya ekonomi atau politik dari evakuasi dini, sehingga mereka menunda tindakan hingga saat terakhir," ungkap riset Barry Voight berjudul "The 1985 Nevado del Ruiz volcano catastrophe: anatomy and retrospection"

Penundaan itulah yang membawa bencana besar. Setelah lama mengeluarkan hujan abu, pada 13 November 1985, pukul 21.09 waktu setempat, Gunung Nevado del Ruiz akhirnya meletus. Letusan itu melontarkan material sejauh 30 kilometer ke atmosfer dan memuntahkan sekitar 35 juta metrik ton abu serta lava panas. Panas dari letusan turut mencairkan gletser serta salju di puncak gunung.

Menurut The New York Times (15 November 1985), campuran lava, es, dan batu itu kemudian berubah menjadi lahar dingin yang meluncur deras menuruni lereng gunung. Kecepatannya luar biasa dan membuat warga tak sempat menyelamatkan diri. Dalam waktu singkat, ribuan rumah tersapu dan 23.000 orang tewas tertimbun. Kerugian material diperkirakan mencapai lebih dari US$1 miliar.

Mengutip LA Times (5 Desember 1985) , pemerintah mengklaim bencana tersebut memengaruhi kehidupan sekitar 230.000 orang dan merusak 27.000 hektar lahan pertanian. Sekitar 20.000 warga terpaksa mengungsi. Pemerintah juga harus membangun 6.000 unit hunian baru.

Setelah kejadian itu, berbagai pihak saling menyalahkan, tetapi sorotan utama tetap tertuju pada pemerintah. Andaikan saran para peneliti dan upaya mitigasi dilakukan lebih awal, jumlah korban mungkin tak sebesar itu. Kini, Armero hanya tinggal kenangan dan menjadi wilayah tak berpenghuni di Kolombia.


(mfa/mfa) Next Article Masuk Langit RI Pilot Tak Sadar Gunung Meletus-Mesin 2 Pesawat Meledak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular