
Heboh! Bendera Pusaka RI Hilang Jelang Upacara 17 Agustus di Iistana

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjelang upacara Hari Kemerdekaan, suasana di Istana Merdeka, Jakarta, tampak sibuk. Staf hilir mudik memastikan semua hal berjalan lancar. Tak boleh ada kesalahan sekecil apa pun.
Tangan kanan presiden, Menteri/Panglima Angkatan Darat Maraden Panggabean bahkan turun langsung mengawasi. Dia berulang kali mengingatkan upacara kali ini harus sempurna.
Sebab, perayaan 17 Agustus 1967 adalah momen pertama Soeharto berdiri di mimbar kehormatan sebagai Penjabat Presiden Indonesia sesuai mandat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada 12 Maret 1967. Saat itu, Soeharto belum sah menjadi Presiden ke-2 RI. Dia baru dinyatakan resmi menjadi penguasa kedua RI pada 27 Maret 1968.
Selama lebih dari dua dekade, mimbar kehormatan selalu diisi oleh Soekarno. Kini semua mata beralih menunggu bagaimana sang jenderal memimpin momen sakral negara.
Namun, sekitar 60 jam sebelum upacara dimulai, rencana yang disusun berhari-hari runtuh. Panitia bak mendapat petir di siang bolong. Ternyata, bendera pusaka merah putih tak ditemukan di Istana Merdeka. Alias hilang.
Itu bukan bendera sembarangan. Sang Saka Merah Putih dijahit langsung oleh Ibu Negara Fatmawati pada 1945 dan hanya dikibarkan sekali setahun, yakni setiap peringatan 17 Agustus. Alhasil, absennya bendera pusaka pada perayaan 22 tahun kemerdekaan RI terasa amat janggal dan berpotensi menimbulkan keraguan publik.
Dalam autobiografi berjudul Berjuang dan Mengabdi (1993), Maraden Panggabean bercerita langsung meminta seluruh staf istana memeriksa laci dan lemari yang ada.
Namun, hasil pencarian tetap nihil. Bendera pusaka tak juga ditemukan dan kepanikan pun tak terelakkan. Awalnya, kabar ini berupaya ditutupi, tetapi ujungnya bocor ke awak media. Alhasil, banyak media langsung memberitakan dan seketika membuat Indonesia heboh.
Saat kabar hilangnya Bendera Pusaka mencuat, pandangan segera tertuju pada Soekarno. Maklum, dialah penghuni utama Istana Merdeka sebelum kekuasaan beralih ke Soeharto. Menurut harian Warta Berita (11 Agustus 1967), peralihan kekuasaan membuat Soekarno mengosongkan istana.
"Istana Merdeka, yang selama ini menjadi tempat tinggal Soekarno waktu menjabat Presiden RI hingga beberapa waktu akhir ini bersama keluarganya, dewasa ini sudah dikosongkan," tulis Warta Berita.
Saat hengkang, Soekarno membawa sejumlah barang pribadi. Diduga, Bendera Pusaka Merah Putih ikut terbawa. Atas dugaan ini, Maraden Panggabean bergegas menemui Soekarno yang telah tinggal di Wisma Yaso, Bogor.
Dugaan itu ternyata benar. Soekarno menyimpan bendera tersebut. Namun, dia enggan menyerahkannya begitu saja. Ada kekhawatiran di benaknya.
"Apa TNI AD sanggup menyelamatkannya?" tanya Soekarno.
Maraden meyakinkan negara siap menjaga Bendera Pusaka, tetapi Soekarno bersikeras. Dia hanya akan menyerahkan jika tempat tinggalnya dipindahkan ke Jakarta dan bendera disimpan di tempat yang dia kehendaki.
Maraden kemudian melaporkan hal itu kepada PJ Presiden Soeharto sembari berhadapan dengan waktu yang terus bergerak dan kehebohan yang tak bisa diatasi.
"Sampai saat ini, masalah bendera pusaka masih tetap menjadi tanda tanya. Apakah akan dapat dikibarkan atau tidak," ungkap Warta Berita (15 Agustus 1967).
Soeharto menyikapi masalah ini dengan serius. Dia mengirim utusan untuk menemui Presiden ke-1 RI itu. Menurut Rachmawati Soekarnoputri dalam memoarnya Bapakku Ibuku, Dua Manusia yang Kucintai dan Kukagumi (1985), utusan tersebut adalah Maraden Panggabean bersama Panglima ABRI, serta panglima dari matra laut dan udara.
Meski begitu, pemerintah telah menyiapkan opsi cadangan jika bendera pusaka tak berhasil diperoleh, yakni akan mengibarkan bendera Merah Putih biasa. Untungnya, para utusan berhasil meyakinkan Soekarno untuk menyerahkan bendera, sesuai keinginannya.
Tapi, sebelumnya Soekarno mengajak terlebih dahulu rombongan menuju lokasi penyimpanan yang dia inginkan, yakni ruang bawah tanah Monumen Nasional. Akhirnya, pada 16 Agustus 1967 pukul 16.00, tepat hari ini 58 tahun lalu, atau kurang dari 24 jam sebelum upacara HUT RI dimulai, Bendera Pusaka diserahkan kepada pemerintah.
"Bendera pusaka yang dalam hari-hari belakangan ini telah menimbulkan heboh, Selasa sore jam 16.00 telah diserahkan oleh bekas Presiden Soekarno ke pemerintah dan dengan demikian dapat dikibarkan pada hari kemerdekaan nanti," tulis Warta Berita (16 Agustus 1967).
Dengan demikian, pada 17 Agustus bendera pusaka jahitan Fatmawati kembali berkibar di langit Jakarta. Upacara perdana Soeharto berjalan lancar. Hanya saja, momen ini jadi pengibaran terakhir bendera pusaka.
Mulai tahun 1968, pemerintah memutuskan menyimpannya secara permanen di Monas. Setelahnya setiap perayaan kemerdekaan yang dikibarkan adalah bendera Merah Putih replika.
(mfa/mfa) Next Article Saat Negara Asia-Afrika Bersatu Hadapi Dominasi Kekuatan Besar Dunia
