
Warga RI Ramai-Ramai Nyumbang Emas-Duit demi Bantu Program Pemerintah

Jakarta, CNBC Indonesia - Program pemerintah pada dasarnya perlu didukung seluruh masyarakat, terutama jika membawa kemaslahatan. Hal ini pernah terjadi pada 1945, saat Indonesia masih berada di bawah pendudukan Jepang (1942-1945).
Delapan puluh tahun lalu, rakyat dari berbagai penjuru Indonesia ramai-ramai menyumbangkan harta benda untuk mendukung program pemerintah Jepang, yakni janji kemerdekaan bagi Indonesia.
Janji itu pertama kali disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Kuniaki Koiso, pada September 1944. Sejarawan Merle C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1999) menyebut, janji tersebut sebenarnya propaganda Jepang yang dikeluarkan setelah berkali-kali menelan kekalahan dalam Perang Dunia II (1939-1945).
Propaganda ini bertujuan menarik simpati rakyat Indonesia. Namun, karena belum mengetahui janji tersebut hanyalah siasat politik, masyarakat menyambutnya dengan antusias.
Sumbangan harta benda ini kemudian dikumpulkan dalam Fonds Perang dan Kemerdekaan yang dibentuk pada 1 Februari 1945. Surat kabar Asia Raya (3 Februari 2605) mengungkap, Fonds Perang dan Kemerdekaan bertujuan guna membiayai persiapan kemerdekaan Indonesia.
Dana tersebut dihimpun melalui iuran sukarela masyarakat dan dikelola oleh organisasi bentukan Jepang, Jawa Hokokai. Dalam menarik perhatian masyarakat, pemerintah Jepang cukup cerdik.
Mereka terlebih dahulu meminta tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia untuk ikut menyumbang. Tujuannya membangun kepercayaan rakyat bahwa dana tersebut benar-benar digunakan demi kemerdekaan. Logikanya, jika para tokoh saja bersedia menyumbang, tentu rakyat kecil akan ikut percaya.
"Ir. Soekarno, Abikoesno, Otto IskandardiNata, Mr. Sartono dan Soekardjo Wirjopranoto telah menyumbang masing-masing 1.000 gulden," tulis koran tersebut.
Dari sinilah, masyarakat dari berbagai kalangan semakin percaya dan ramai-ramai menyerahkan harta benda mereka kepada pemerintah pendudukan Jepang.
Di Jakarta, misalnya, surat kabar Asia Raya (2 Februari 2605) mengungkap, pemerintah berhasil mengumpulkan lebih dari 5 kilogram emas dari para pengusaha. Sebagai bentuk apresiasi, pemerintah menggelar pertunjukan opera selama sepekan penuh. Dari penyelenggaraan ini pemerintah juga menarik keuntungan dari keuntungan tiket.
Masih di Jakarta, Asia Raya (5 Februari 2605) melaporkan warga ibu kota menyumbangkan dana sebesar 277 ribu gulden. Uang tersebut diperoleh dari hasil penyelenggaraan pasar malam yang berlangsung pada awal Februari.
"Pasar Malam diadakan untuk memperkuat fonds perang dan kemerdekaan," ungkap koran tersebut.
Sementara itu, di Kediri, masyarakat turut menyumbangkan perhiasan berupa 121 butir intan dan 22 berlian. Menurut laporan yang sama, total sumbangan itu diperkirakan setara dengan 10 ribu gulden.
Ketika pemberitaan mengenai sumbangan ini semakin meluas, antusiasme rakyat pun meningkat, termasuk dari kalangan jelata. Hafni Zahra Abu Hanifah, salah satu saksi sejarah yang kisahnya dimuat dalam buku Di Bawah Pendudukan Jepang: Kenangan Empat Puluh Dua Orang yang Mengalaminya (1985), mengungkap:
"Saya pernah melorotkan gelang-gelang saya, empat pasang gelang emas, saya kasihkan ke petugas jepang sebagai pinjaman nasional [...] jadi yang kita lakukan itu memberi bantuan," kenang Hafni.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, pemerintah Jepang juga berusaha transparan dalam melaporkan penggunaan dana. Mereka rutin memberi informasi mengenai ke mana saja dana tersebut disalurkan. Hal ini dimaksudkan untuk meredam desas-desus dana rakyat diselewengkan.
Koran Asia Raya (1 Juli 2605), misalnya, mengungkap dana tersebut pernah dipakai untuk membiayai kebutuhan tentara Jepang di medan pertempuran melawan Sekutu dalam Perang Dunia II.
Setelah pengumpulan dana berlangsung selama lima bulan, situasi politik berubah. Jepang makin terdesak hingga akhirnya menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945.
Tiga hari berselang, para tokoh bangsa melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Meskipun di awal berjanji memberikan kemerdekaan, proklamasi 17 Agustus bukan hadiah dari Jepang. Sebab, Jepang sudah kalah dan jika mengacu pada janji tersebut, kemerdekaan diberikan bukan pada 17 Agustus.
Terlepas dari itu, peristiwa ini tentu saja dapat terlaksana berkat dana masyarakat di Fonds Perang dan Kemerdekaan yang tersisa sebesar 2 juta gulden.
Setelahnya, dana tersebut digunakan untuk memperkuat kedaulatan negara. Dalam Kronik Revolusi Indonesia (1999) disebutkan, dana Fonds peninggalan Jepang dipakai untuk pengamanan, pertahanan negara, dan bantuan ke badan-badan sosial.
Di era kemerdekaan, pemerintah tetap membuka galangan dana. Pada 21 Agustus 1945, Presiden Soekarno meluncurkan Fonds Kemerdekaan Indonesia sebagai wadah baru penggalangan dana dari rakyat.
(mfa/wur) Next Article Jarang Diketahui! Soekarno Hampir Diangkat Jadi Nabi
