Umat Islam Bangkit & Kuasai Dunia Kalahkan AS-Eropa, Ini Kuncinya

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejarah mencatat bahwa umat Islam pernah mengalami masa kejayaan dan memainkan peran penting dalam peradaban dunia, khususnya pada abad ke-8 hingga ke-11 Masehi. Pada periode tersebut, dunia Islam menjadi pusat ilmu pengetahuan, teknologi, dan ekonomi.
Banyak ilmuwan dan filsuf muslim muncul pada masa itu, memberikan kontribusi besar yang menjadi fondasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern. Seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan Al-Khawarizmi dan sebagainya.
Sayang, kondisi sekarang berkebalikan. Sulit memunculkan Ibnu Sina baru di dunia kekinian. Lalu negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim pun termasuk tidak sejahtera dibanding negara mayoritas penduduk non-Muslim. Di negara berpenduduk mayoritas Muslim, selalu ada konflik, kemiskinan hingga pengangguran tinggi. Berbanding terbalik di negara berpenduduk mayoritas non-Muslim.
Salah satu cara untuk bisa membuat umat Islam kembali bangkit adalah memahami bagaimana Islam bisa berjaya ratusan tahun lalu. Ternyata, kunci umat Islam bisa bangkit dan kuasai dunia berada di kelompok pedagang atau pengusaha.
Relasi Pedagang & Ilmuwan
Fakta ini diungkap oleh pengajar San Diego University, Ahmet T. Kuru, dalam Islam, Otoritarianisme, dan Ketertinggalan (2019). Dia menjelaskan pedagang memegang kunci penting kemajuan Islam di abad ke-8 sampai ke-11 atau masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah karena menjadi penyedia dana untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi ulama dan ilmuwan.
Saat itu, para ulama dan ilmuwan memutuskan mengambil jarak dengan kekuasaan. Mereka berpikir mendekatkan diri bersama penguasa bisa membuat kebebasan berpikir terhambat. Alhasil, untuk membuat pengetahuan berkembang, mereka memilih dekat dengan para pedagang.
Pada saat bersamaan, para pedagang juga membutuhkan ilmuwan untuk mengembangkan pengetahuan sesuai kepentingan mereka. Pedagang, yang punya jaringan bisnis besar hingga Eropa, India, dan China, tentu membutuhkan kemampuan akuntansi, penentuan harga, urusan kredit, dan matematika.
Sadar mereka tak bisa melakukannya, maka satu-satunya cara adalah meminta bantuan para ilmuwan Muslim mengembangkan pengetahuan, khususnya yang terkait perdagangan. Pada titik ini, para pedagang jadi punya dua posisi, yakni sebagai penyandang dana riset dan peserta dalam pengembangan pengetahuan.
Akibatnya, para ilmuwan juga bisa secara bebas mengembangkan ilmu pengetahuan dan keagamaan karena didukung pedagang.
Berkat relasi seperti inilah, peradaban Islam bisa mengalami kemajuan sangat pesat dan menguasai dunia. Beranjak dari sini, Kuru menyebut "pedagang jadi agen utama aktivitas ekonomi di dunia Muslim dan jadi andalan bagi cemerlangnya peradaban Islam."
Pada waktu bersamaan, kondisi berbeda justru terjadi di Eropa. Apabila Islam dan Timur Tengah berada di era keemasan, di Eropa malah kebalikannya: ilmu pengetahuan dan roda ekonomi justru menjadi mandek. Hal ini bisa terjadi karena kuatnya dominasi agama dan negara mengintervensi para ilmuwan, kebijakan yang sejak awal dibatasi para ilmuwan Muslim.
Namun, kondisi itu berubah sejak abad ke-11. Di Eropa, agama dan negara sudah tak lagi mengintervensi ilmuwan, sehingga melahirkan banyak penemuan-penemuan baru. Dari sini, para penduduknya bisa bangkit dan menciptakan berbagai inovasi yang dinikmati masyarakat dunia sekarang.
"Dengan kedinamisan intelektual dan sosio ekonominya, negara-negara Barat mengembangkan teknologi dan organisasi militer, dan menguasai dunia," ungkap Ahmet T. Kuru.
Sayang, pada saat bersamaan, dunia Muslim mengalami kemunduran. Negara malah mengintervensi ilmuwan, sehingga membuat otoritasnya makin terbatas. Alhasil, dunia Islam stagnan dan cenderung mengalami kemunduran sampai sekarang.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
