
Mengenal Apa Itu DME, Si Pengganti LPG yang Diresmikan Jokowi

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini, Senin (24/01/2022), meresmikan pembangunan atau peletakan batu pertama alias groundbreaking proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME) di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Presiden mengatakan proyek DME ini sangat penting karena bisa berperan sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG), sehingga bisa mengurangi impor LPG yang selama ini mencapai 6-7 juta ton per tahun atau sekitar 80% dari kebutuhan LPG di dalam negeri.
"Saya sudah berkali-kali sampaikan mengenai hilirisasi, industrialisasi. Pentingnya mengurangi impor. Ini sudah enam tahun yang lalu saya perintah, tapi alhamdulillah hari ini meski dalam jangka panjang belum bisa dimulai, alhamdulillah bisa kita mulai hari ini, groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME," ungkapnya saat memberikan acara sambutan groundbreaking proyek DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/01/2022).
Lantas, seperti apakah DME itu? Apakah benar bisa menghasilkan kualitas serupa LPG?
DME merupakan salah satu jenis alternatif bahan bakar pengganti LPG. Mengutip situs Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), karakteristik DME memiliki kemiripan dengan komponen LPG, yakni terdiri atas propan dan butana, sehingga penanganan DME dapat diterapkan sesuai LPG.
DME berasal dari berbagai sumber, baik bahan bakar fosil maupun yang dapat diperbarui. DME adalah senyawa bening yang tidak berwarna, ramah lingkungan dan tidak beracun, tidak merusak ozon, tidak menghasilkan particulate matter (PM) dan NOx, tidak mengandung sulfur, mempunyai nyala api biru, memiliki berat jenis 0,74 pada 60/60oF.
DME pada kondisi ruang yaitu 250C dan 1 atm berupa senyawa stabil berbentuk uap dengan tekanan uap jenuh sebesar 120 psig (8,16 atm). DME ini mempunyai kesetaraan energi dengan LPG berkisar 1,56-1,76 dengan nilai kalor DME sebesar 30,5 dan LPG 50,56 MJ/kg.
Pada awalnya DME digunakan sebagai sebagai solvent, aerosol propellant, dan refrigerant. Namun saat ini, DME sudah banyak digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, rumah tangga, dan genset.
Mengutip situs Alternative Fuels Data Center Kementerian Energi Amerika Serikat (AS), meski DME diproduksi dari biomassa, methanol, dan bahan bakar energi fosil seperti gas alam, namun DME juga bisa diproduksi langsung dari gas sintetis (syngas) yang diproduksi dari gas alam, batu bara atau biomassa. Ini juga bisa diproduksi secara tidak langsung dari methanol melalui reaksi dehidrasi.
Balitbang Kementerian ESDM RI menyebut telah melakukan penelitian pemanfaatan DME sebagai bahan bakar sejak 2009.
Pada pertengahan 2020 lalu Balitbang Kementerian ESDM memaparkan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain: uji coba laboratorium pemanfaatan bahan bakar DME, pengembangan kompor khusus DME bekerja sama dengan pihak pabrikan kompor, uji terap penggunaan DME pada rumah tangga bekerja sama dengan PT Pertamina dan PT Bukit Asam, analisis biaya manfaat (Cost & Benefit Analysis) pemanfaatan DME untuk substitusi LPG rumah tangga dan kajian biaya produksi batubara mulut tambang bekerja sama dengan PT Pertamina.
PPPTMGB "LEMIGAS" telah melakukan pengujian efisiensi kompor di laboratorium dengan menggunakan metode SNI 7368:2011 tentang kompor gas bahan bakar LPG satu tungku dengan sistem pemantik. Pengujian ini masing-masing menggunakan kompor LPG dan DME untuk membandingkan efisiensi kompor tersebut menggunakan variasi ukuran panci sebesar 220-260 mm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa efisiensi kompor LPG berkisar 53,75-59,13% sedangkan efisiensi kompor DME berkisar 64,7-68,9%.
"Uji kompatibilitas material kompor dan valve juga dilakukan oleh laboratorium PPPTMGB "LEMIGAS", menunjukkan bahwa DME dapat mengakibatkan swelling atau pengkerutan pada material karet pada komponen non-metal pada kompor LPG, dan material karet pada komponen regulator dan valve, akan tetapi tidak berpengaruh jika pemakaian DME-nya hanya 20%," jelas Plt Kepala Balitbang Dadan Kusdiana, dikutip dari situs Balitbang Kementerian ESDM.
Uji terap pemakaian DME 100% telah dilakukan di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim pada bulan Desember 2019 - Januari 2020 kepada 155 kepala keluarga dan secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu, uji terap DME 20%, 50%, dan 100% dilakukan di Jakarta (Kecamatan Marunda) kepada 100 kepala keluarga pada tahun 2017.
"Hasil uji uji terap, menunjukkan mudah dalam menyalakan kompor, stabilitas nyala api normal, mudah dalam pengendalian nyala api, warna nyala api biru, dan waktu memasak lebih lama dibandingkan LPG. Secara teknis, pemanfaatan DME 100% layak untuk mensubstitusi LPG untuk rumah tangga dengan menggunakan kompor khusus DME. Waktu memasak lebih lama 1,1 s.d. 1,2 kali dibandingkan dengan menggunakan LPG," imbuhnya.
Dadan pun sempat mengatakan bahwa nantinya DME ini akan dikemas dalam bentuk tabung, seperti halnya LPG.
"Kalau dalam perencanaan sekarang seperti LPG, didistribusikan dalam tabung," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (12/11/2021).
Selain opsi didistribusikan sama persis dengan LPG, namun menurutnya ada juga opsi mencampur DME dengan LPG. Namun dia berpandangan, akan lebih mudah dalam pelaksanaannya jika DME disalurkan sendiri secara terpisah, tanpa dilakukan pencampuran dengan LPG.
"Ada juga memang opsi dicampur, tapi akan lebih simpel dalam pelaksanaannya kalau hanya DME (tidak dicampur)," lanjutnya.
Seperti diketahui, proyek DME yang diresmikan groundbreaking-nya oleh Presiden Jokowi pada Senin (24/01/2022) merupakan proyek senilai Rp 33 triliun atau sekitar US$ 2,3 miliar yang dikerjakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat.
Adapun investasi untuk pembangunan proyek ini sepenuhnya dilakukan oleh Air Products, sementara PTBA akan berperan memasok batu bara, dan Pertamina sebagai pembeli produk DME nantinya.
Proyek DME di Tanjung Enim ini rencananya beroperasi selama 20 tahun. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun, sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
Indonesia sendiri selama ini masih mengimpor LPG sekitar 6-7 juta ton per tahun.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Catat! Proyek Raksasa Pengganti LPG Ditarget Tuntas 2027
